Wah, sekali-kali kritis sedikit ah jangan ngelawak terus. Memang tertawa itu sehat tapi kalau berlebihan juga seperti orang waras. (inget lho, seperti orang waras berarti enggak ... he..he...). Pengalaman membuat KTP beberapa bulan lalu, benar-benar merepotkan (maaf yah, bukan tidak bersyukur, pingin kritis sedikit aja).

Pengalamanku Dalam Membuat Kartu Tanda Penduduk (KTP)

Prosedur membuat KTP (yang saya tulis adalah untuk daerah Tangerang, bisa saja berbeda untuk daerah lain), pertama saya minta surat pengantar RT (Rukun tetangga), caranya datang ke sekretaris RT, isi biodata kita di form, kalau sudah selesai tinggal minta tanda tangan sekretaris RT. Bawa surat tersebut ke Ketua RT minta tanda tangan dan stempel RT. Bawa surat pengantar RT ke kelurahan, untuk meminta surat pengantar kelurahan. Yang terakhir foto di Kecamatan.

Kebetulan waktu itu jadwal antara Sekretaris RT dan Ketua RT yang tidak sama, akhirnya saya harus menunggu beberapa hari sebelum mendapatkan surat pengantar RT. Ketika sampai di kelurahan, di tembok kebetulan ada stiker yang bertuliskan, "Membuat KTP Gratis" saya tanya ke pegawai kelurahan :

Seno : "Selamat siang Pak, saya mau buat KTP, emang Gratis ya Pak?" tanyaku memastikan. Oknum : "Kok, gratis?!", jawabnya tanpa menjawab salamku.
Seno : "Lha itu di tembok kan tulisannya gratis, Pak? He..ee.."
Oknum : "Kalau mau gratis, bikin KTPnya ama tembok, sana!", jawabnya.

Ah, aku tak mau berdebat. Surat selesai diketik menggunakan mesin ketik jadul dengan teknik mengetik sepuluh jari sebelas jari, aku sodorkan uang 15.000,- Saya berusaha ikhlas, karena KTP-nya kan memang untuk keperluanku sendiri kok, sudah dibantu juga terima kasih. Langsung ke Kecamatan, pas mau foto, sang photografer kebetulan melihat tahi lalat kecilku di dagu. Terjadi dialog seperti ini :

Photografer : "Mas beruntung punya tahi lalat di muka..!", ucapnya serius.
Seno : "Memang kenapa Mba?", tanyaku penasaran.
Photografer : "Iya beruntung yang dimuka bukan tahi kebo, ha..ha..!!"
Seno : "Hmmm...!@#$%!", gondok juga tapi senyum juga.

Setelah melalui proses yang cukup lama, akhirnya jadi juga KTP-ku.

Penggunaan IT di Pemerintahan Indonesia

KTP

Di Indonesia proses pembuatan kartu / surat-menyurat yang berkaitan dengan kependudukan masih sangat lambat dan proses bisnisnya masih terlalu panjang, bahkan sangat panjang. Bayangkan saja, pada saat kita membuat Surat Ijin Mengemudi (SIM), kita mengisi data kependudukan, pada saat kita membuat Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) atau Surat Keterangan Kelakuan Baik (SKKB), kita harus mengisi lagi data yang sama. Ketika kita akan menikah, juga proses mengisi data yang sama kembali harus dilakukan. Masih banyak contoh proses surat menyurat kependudukan yang sangat tidak efektif. Bikin Akte Kelahiran juga ah... bentar lagi anakku lahir. Thanks to Mama Hilda atas tipsnya dalam mempersiapkan kelahiran. Seandainya proses ini bisa dipersingkat. Memang bisa?

Banyak di antara kita yang mempunyai 2/lebih KTP. Karena KTP nasional masih belum 100% berjalan. Banyak juga yang tidak punya KTP. Makanya saya meragukan data jumlah penduduk di Indonesia. Seandainya saja data penduduk di Indonesia terintegrasi, maka tak ada lagi kakek-kakek bercucu 19 yang masih berstatus belum kawin di KTP-nya. Memang bisa?

Tentu bisa, yang penting pemerintah mau. Caranya bagaimana?

Begitu lahir, bayi di registrasi dengan ID yang unik atau Nomor Induk Penduduk Indonesia (NIPI) dengan rumus tertentu. Data disimpan secara terpusat di server yang aman. Jadi tidak ada data penduduk yang duplikat. Jika usia sudah mencapai usia wajib memiliki KTP, penduduk tinggal datang ke tempat pembuatan KTP, hanya dengan cara memasukkan ID / NIPI, maka semua data-data langsung tampil, validasi dilakukan oleh program, jika data sudah benar dan lolos proses validasi, program akan mencetak KTP buat penduduk tersebut. Sangat singkat hanya butuh waktu kurang dari 2 menit. Cara ini tentunya memotong banyak proses bisnis (baca: birokrasi) yang tak berguna, sehingga proses pembuatan KTP bisa jauh lebih cepat.

Jika penduduk tersebut akan membuat kartu lain, misalnya Surat Ijin Mengemudi (SIM), tinggal mengikuti "drive test" dan test tertulis, jika lolos, penduduk tersebut tinggal memasukkan ID ke komputer, maka data kependudukan langsung ditampilkan, dan cetak, selesai. Atau bisa menggunakan smart card satu kartu multifungsi, bisa sebagai KTP sekaligus SIM, ATM dan lain-lain.

Selain mengurangi proses bisnis dan mempermudah warga dalam mengurus surat-surat, cara di atas juga sekaligus mengurangi penggunaan kertas (paperless program), dampaknya tentu hutan kita akan semakin terjaga, dan mengurangi kecepatan proses pemanasan global.

Idealnya setiap kelurahan ada 1 PC yang berfungsi untuk menjalankan aplikasi di atas. Kalau cara ini masih terlalu sulit dan mahal (padahal murah kok), maka pemerintah bisa menggunakan fasilitas internet. Saat ini internet sudah masuk ke pelosok-pelosok (Internet Masuk Desa), warga tinggal ke warnet, buka situs (misalnya situs www.buatktp.com atau www.buatsim.com), masukkan ID, jika proses validasi selesai tinggal cetak. Buat warga yang di pelosok yang belum terjangkau internet? Inilah saatnya pemerintah memeratakan pembangunan dan meningkatkan sarana dan prasarana tanpa pandang daerah bulu. Enaknya kalau ada pembuatan SIM Online atau pembuatan KTP online.

Bagaimana menurut teman? Apa solusi untuk menyelesaikan masalah ini?

Print This Page

ANA PRIVAT
Jl. Maharta IV, Block A-19 No. 13, Pondok Maharta, Ciledug, Tangerang, Banten 15154. Telp. 021-926 48 700, 021-986 70 881