Kisah tragis sebelumnya dapat dibaca di Kisah Cinta Melati
Sabtu senja yang indah, dua orang remaja duduk di tepi sungai Merayu berduaan menikmati indahnya mentari yang perlahan mulai beranjak ke peraduannya. Wajah riang yang terpancar dari kedua insan ini, mengisaratkan cinta yang sedang bersemi. Pakainan lusuh yang mereka kenakan, tak mengurangi wajah-wajah mereka yang cantik dan tampan, meski itu mengisaratkan mereka adalah orang yang miskin. Kebahagiaan cinta yang mereka pancarkan menular ke siapapun yang melihatnya. Ah, indah sekali dunia ini kalau semua manusia memiliki cinta seperti mereka, Melati dan Tiagor. "Engkau cinta matiku", ucap Melati sebelum mereka berpisah karena hari sudah mulai gelap.
Beberapa tahun setelah sembuh dari percobaan bunuh diri dengan mengikat lehernya menggunakan kain bengking milik almarhum neneknya, akhirnya Melati dapat menjalani hidupnya secara normal. Ia menambatkan cintanya pada seorang pemuda dari desa lain bernama Tiagor. Setiap Sabtu senja mereka selalu bertemu di tepi sungai Merayu untuk saling berbagi cerita dan bercanda mesra.
******
Sabtu senja, hari itu tak seindah biasanya. Langit mendung dan petir menyambar dengan gencar. Hujan turun sangat deras, Tiagor duduk di batu pinggir kali Merayu tempat mereka duduk setiap Sabtu senja. Hujan yang mengguyur tak ia hiraukan, gelegar petir ia abaikan, demi menunggu seorang kekasih yang amat sangat dicintainya. Ia tak peduli latar belakang Melati, baginya Melati adalah cinta matinya, tak sesuatupun yang dapat menghalanginya kecuali regang nyawanya. Hujan terus mengguyur, tapi Melati tak juga datang. Malam sudah berlalu, Tiagor terpaksa pulang karena ia yakin Melati tak akan datang. "Mungkin karena hujan", gumannya dalam hati.
******
Hari itu adalah Sabtu senja ke empat Tiagor menanti kedatangan Melati yang tak pernah muncul lagi semenjak Melati mengatakan "Engkau cinta matiku". Tiagor sangat risau, kenapa Melati tak pernah datang lagi menemuinya. Kesal, cemburu, rindu, cinta dan emosi jadi satu bergemuruh di dada Tiagor. "Plurk..!", bunyi setetes air matanya yang jatuh ke permukaan sungai Merayu yang tenang. Tiba-tiba dari arah belakang, terdengar suara langkah kaki. Pelan sekali, semakin lama suara langkah kaki itu semakin mendekat dan berhenti beberapa langkah dari belakang Tiagor. Jantung Tiagor berdetak lebih kencang, seperti genderang mau perang. Ia tak berani menoleh ke belakang, "Melatikah?", bisiknya dalam hati.
"Nak, Tiagor?", ucap seorang bapak tua bertudung caping yang berdiri di samping seorang ibu paroh baya. Tiagor menengok ke belakang, ternyata suara langkah kaki tadi adalah suara kedua orang tadi. Tiagor mengusap air matanya lalu, bersalaman dengan kedua orang tersebut. Kedua orang tua itu menyerahkan sebuah surat kepada Tiagor, surat dari Melati. Tiagor menerima dengan rasa senang, bingung sekaligus kaget. Saking kagetnya, ia tidak menyadari kalau kedua orang tadi sudah meninggalkannya.
******
Dengan gemetar Tiagor membuka amplop merah yang ia terima beberapa saat lalu di kali Merayu.
Salam,
Bersama surat ini, saya memberitahukan bahwa hubungan kita PUTUS. Saya akan menikah dengan pengusaha Jepang yang kaya raya. Kamu pasti bilang kalau saya materialistis, tapi saya harus realistis, saya tidak dapat menikah dengan seorang pemuda yang sangat miskin sepertimu.
Kamu ingat, waktu ulang tahunku kamu hanya memberikan aku setangkai kembang pete, itupun sudah layu. Cowok macam apa itu. Biarkan aku berbahagia di Jepang, jangan pernah mencariku lagi.
30 April 1997
Tertunduk lesu Tiago membaca surat itu. Ia menyesali hidupnya yang miskin. Ia berlari menuju sungai Merayu, duduk di batu tempat biasanya ia duduk bersama Melati. Sambil terus meratapi nasibnya. Ia tidak percaya Melati yang ia kenal sebagai sosok yang baik, teganya mengkianati kesucian cintanya. "Pendusta..ta...ta..ta...", gaungan suara teriakan Tiago. Malam semakin larut, angin dingin berhembus menusuk tulang. Ia menghabiskan malam itu dengan di batu pinggir kali Merayu sambil memikirkan kata-kata pedas dalam surat Melati. "Melati benar, aku memang miskin, aku memang miskiiiiin kin...kin...kin!!", teriaknya keras sekali memecah kesunyian malam itu. Tapi ia bertekad untuk menjadi orang yang kaya, ia ingin membuktikan ke Melati bahwa memutuskan cinta Tiago adalah kesalahan besar.
Sejak itu Tiago mulai terbakar semangat kerjanya, ia kumpulkan uang sedikit demi sedikit sampai akhirnya ia bisa membeli sebuah gerobak bakso. Ia menjadi pedagang bakso. Hasil dagang bakso ia kelola sehingga akhirnya ia mempunyai lebih dari 1500 cabang warung bakso di seluruh Indonesia dengan omset 2 Milyard per bulan. Ia menamakannya Warung Bakso Tiago Merayu Melati. Bahkan ia juga mendirikan beberapa perusahaan garmen.
*****
Hari itu hari Jumat Kliwon sore, hujan turun rintik-rintik. Tiago mengendarai Jaguar S-Type perlahan-lahan menyusuri jalan batu yang sempit. Di depan tampak dua orang renta berjalan dengan terseok, berpayungkan daun talas. Tiba-tiba Tiago teringat pada sosok dua orang tua yang memberikan surat putus di kali Merayu, yah itu adalah mereka. Tersirat dibenak Tiago untuk memberikan tumpangan kepada kedua orang itu, ia ingin memberitahukan bahwa Tiago sekarang bukanlah Tiago yang dulu, Tiago sekarang adalah Tiago yang kaya raya. Tapi niat itu ia urungkan, ia lebih memilih untuk mengikuti kedua orang itu. Sampai di gang, kedua orang itu berbelok. Tiago turun dari mobilnya, lalu diam-diam dia mengikuti jejak kedua orang itu.
Hujan semakin deras, angin berhembus sangat kencang, payung daun talas tak mampu melindungi tubuh kedua orang itu dari guyuran air hujan. Mereka mengambil sesuatu dari kantong plastik hitam, lalu menaburkannya di gundukan tanah berukuran kurang lebih 2 x 1 meter yang sudah ditumbuhi rumput. Di bagian atas ada batu bertuliskan.
Lahir : 15 Januari 1992
Wafar : 29 April 1997
Tiago tak dapat menahan gejolak hatinya. Sambil menangis tersedu-sedu, ia bertanya kepada orang tua Melati perihal Melati. Orang tuanya bercerita bahwa Melati mengalami sakit kanker paru-paru. Sebelum meninggal Melati ada permintaan terakhir, yakni memberikan surat itu kepada Tiago, dan Melati meminta agar kedua orang tuanya tidak menceritakan apapun tentang sakit yang dideritanya itu.
------------------------------------------------------------------
AWARD 1
Award ini dari blognya Kang Dede Online Nothing Is Impossible, kirain impossible is nothing kayak cerita Tiagor di atas :) ternyata kebalik. Makasih kang, punya blog lain ber Page Rank 3 ga bilang-bilang ya heh..he.. sukses kang. Oh, iya, kiriman kaosnya udah nyampe kang, besok pagi saya ambil. Duh, baiknya sohibku ini, sampai-sampai daku dikirimin kaos. Matur thank you ya kang. Jangan lupa besok kirimin lagi ya gubraaak...
Ini dia award dari Kang Dede :
Sebenarnya saya harus meneruskan award ini ke sepuluh orang, tapi award ini saya berikan ke semua orang yang bersedia mengambil, silahkan dengan senang hati di ambil ya bagi yang mau.
AWARD 2
Yang kedua datang dari Kang Madhyasta. Tapi buat kang Madhyasta saya udah pernah mendapat award yang sama postingan ini jadi saya berikan backlink aja muat kang Madhyasta, ora papa kan Kang? Matur nuwun ya.
Cetak Halaman Ini
Read more »»