Sejak kecil saya sudah di didik untuk menjadi manusia yang jujur, ksatria, lapang dada, terbuka, bersyukur. Nilai-nilai itu saya pegang erat sampai saat ini meskipun terkadang dalam mengimplementasikan semua itu harus sering bertentangan dengan beberapa pihak namun semuanya indah pada akhirnya. Saya sepakat dengan istri tercinta untuk mewariskan nilai-nilai luhur itu ke anak-anak kami. Namun saya gundah, resah, gelisah, takut kalau saya gagal mewariskan nilai-nilai luhur tersebut ke anak-anak kami. Bukan apa-apa, keluarga memang mempunyai peranan penting dalam membentuk karakter seseorang, tetapi ada yang jauh mempunyai peranan dalam pembentukan karakter yakni lingkungan. Salah satu elemen yang saya anggap sebagai lingkungan adalah televisi, media cetak, media online, dan berbagai sumber informasi lainnya. Kita sudah melewati proses pemilihan presiden 2014 pada 9 Juli lalu. Kami sangat was-was mengikuti pemberitaan diberbagai media tentang proses demokrasi Indonesia mulai dari pemilihan wakil rakyat, sampai pemilihan presiden.
Keresahan ini karena kami melihat media tidak lagi menganut nilai-nilai yang kami ingin wariskan ke anak-anak kami. Kenapa televisi tertentu hanya menginformasikan hasil survey lembaga tertentu? Kenapa beberapa stasiun televisi menampilkan hasil survey yang memenangkan capres nomor urut satu sedangkan beberapa stasiun televisi lainnya menampilkan hasil survey yang sebaliknya. Media yang seharusnya independen, terlihat sekali dijadikan alat sebagai penggiring opini. Meskipun akhirnya saya tahu kenapa media-media tersebut menginformasikan hal yang berbeda, tetapi yang saya harap dari media, nilai kejujuran itu tidak tampak, sikap ksatria dari timses, pendukung dan kedua capres belum terlihat, sikap lapang dada masih tertutupi ego dan kepentingan pribadi dan golongan.
Saya yang sebelumnya berharap nilai-nilai yang saya sebut di atas dipegang oleh tokoh-tokoh nasional yang saya kira bersih, dari partai yang saya kira menjunjung tinggi nilai-nilai tersebut ternyata kami sejauh ini tidak melihatnya, justru kami malah melihat sebaliknya. Seolah semua nilai-nilai tersebut di atas hilang demi kemenangan capres yang mereka dukung. Ini benar-benar mengkhawatirkan.
Harapan saya para pendukung fanatik kedua capres tetap harus menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, lapang dada, keterbukaan dan ksatria, realistis serta objektif tidak menghalalkan segala cara, jangan sampai gajah dipelupuk mata tidak kelihatan tetapi semut di ujung laut kelihatan, tidak membabi buta, tetaplah berpegang pada kebenaran, tetaplah legowo. Kami mendambakan pemimpin, tokoh nasional yang 'benar-benar' menganut nilai-nilai tersebut. Kami juga berharap media tetaplah independen, tidak mengutamakan kepentingan pribadi dan golongan serta memberikan informasi yang benar dan tidak menjerumuskan. Wariskan nilai-nilai luhur itu kepada anak-anak bangsa Indonesia.
Cetak Halaman Ini
Mesin Pencari
Ksatria, Kejujuran, Lapang Dada, Keterbukaan Dalam Demokrasi Indonesia
Pertimbangan Memilih Jokowi JK Atau Prabowo Hatta - Capres Cawapres RI 2014 - 2019
Menyimpulkan dari berbagai sumber berita.
Tidak ada manusia yang sempurna, selalu ada kekurangan. Demikian juga dengan calon Presiden dan Wakil Presiden RI 2014 - 2019, Jokowi JK dan Prabowo Hatta. Secara fisik ada yang kurang kurus ada yang kurang gemuk. Ada yang secara fisik dan mimik kurang tegas, ada yang kurang lembut. Dari sudut koalisi partai, ada yang koalisi partainya nya kurus, ada yang koalisi partainya gemuk. Dari segi gaya hidup, ada capres yang penampilannya kurang modern, ada capres yang penampilannya kurang sederhana. Ada capres yang rumah tangganya kurang harmonis, ada capres yang rumah tangganya kurang romantis. Ada yang track record / rekam jejaknya kurang bagus, ada yang rekam jejaknya terlalu bagus. Ada yang berasal dari keluarga kurang mampu, ada yang berasal dari keluarga kurang miskin. Ada capres lulusan Universitas Negeri Lokal, ada capres yang lulusan dari negeri. Ada capres yang kurang tua ada capres yang kurang muda. Ada yang katanya mencuri start kampanye, ada yang sudah berkampanye lewat media sejak beberapa tahun terakhir.
Terlepas dari sedikit kekurangan yang saya sebutkan di atas, kedua Capres Cawapres Jokowi JK dan Prabowo Hatta adalah dua pasang putra-putra terbaik bangsa yang salah satu pasangnya hampir dipastikan akan menjadi Presiden RI pada interval 2014 - 2019. Amat di sayangkan kalau teman-teman tidak ikut menyumbangkan suaranya pada pilpres 9 Juli 2014, mungkin memang sulit untuk memilih satu dari dua pasangan capres cawapres karena masing-masing mempunyai kekurangan dan kelebihan. Golput bukan pilihan, golput bukan solusi. Suara Anda adalah masa depan bangsa ini.
Lalu apa yang menjadi pertimbangan memilih Jokowi JK atau Prabowo Hatta. Mungkin secara sederhana Anda bisa memilih pasangan capres-cawapres yang bisa menyalurkan aspirasi Anda atau minimal memiliki sedikit kesamaan dengan Anda, mungkin kesamaan hobby, fashion, musik, olah raga, dll. Kalau mau lebih dalam lagi, silahkan cari informasi yang valid sebanyak-banyaknya berkaitan dengan kedua pasangan capres cawapres, misalnya apakah ada yang pernah terlibat korupsi, dll. Tetapi ingat, jangan menelan mentah-mentah informasi disajikan, harus rasional dan kritis. Atau rekam jejak dari tokoh-tokoh yang berkoalisi dengan kedua pasangan juga bisa jadi pertingbangan dalam memilih.
Setelah semua di pertimbangkan dengan matang, tetapkan pilihan Anda. Siapakah capres cawapres yang perlu Anda bantu dan Anda dukung. Apakah Anda akan membantu yang masih kurus, atau membantu yang sudah gemuk? Apakah akan menambah suara pada koalisi kurus, atau menambah suara pada koalisi gemuk? Atau mungkin Anda akan membantu dua-duanya yang kurus Anda bantu supaya gemuk, yang gemuk Anda bantu supaya kurus he..he...he.. (just kidding). Sekian dulu, sudah kurang lebih setahun tidak posting.
Read more »»